Saturday, May 4, 2013

PELAPUKAN BATUAN


Pelapukan merupakan salah satu proses yang mempercepat denudasi. Batuan, baik batuan beku, sedimen maupun metamorf yang tersingkap diatas permukaan, bersentuhan dengan atmosfir, hidrosfir dan biosfir akan mengalami proses pelapukan. Batuan akan terubah secara fisik dan atau secara kimiai. Di alam, kedua proses ini sulit dibedakan, karena berlangsung secara bersamaan. Namun secara teoritis kedua proses ini dibedakan. Proses pelapukan inilah salah satu proses yang mengubah permukaan bumi setiap saat meskipun perubahannya tidak tampak dengan segera, sebagaimana yang telah diutarakan bahwa faktor waktu sangat berpengaruh dalam proses ini.
            Pelapukan adalah proses berubahnya batuan menjadi tanah (soil) baik oleh proses fisik atau mekanik (disintegrasi) maupun oleh proses kimia (decomposition). Proses decomposition dapat menyebabkan terjadinnya mineral-mineral baru. (Sawkins dkk, 1978: 346)
PELAPUKAN MEKANIK
Pelapukan secara fisik umumnya disebut pelapukan fisika (physical weathering) atau dikatakn pula pelapukan mekanik (mechanical weathering). Pada proses pelapukan ini hanya terjadi perubahan fisik saja secara mekanik, tidak disertai perubahan kimia. Sehingga komposisi kimianya tetap yang berubah hanya sifat fisiknya saja.
Dari yang semula mempunyai bentuk tubuh batuan besar serta masif, hancur menjadi bentuk-bentuk lebih kecil, yang terjadi hanya disintegrasi saja, perubahan fisik batuan ini dapat diakibatkan oleh beberapa cara.
Rekahan-rekahan (sheeting joint)
            Perubahan secara fisik atau terurainnya batuan yang semula masif dapat terjadi akibat hilangnya tekanan dari beban lapisan diatasnya yang semula menimbunnya. Akibat lapisan penimbunan tererosi, maka beban yang menekan batuan akan hilang. Dengan hilangnya beban, maka batuan seolah-olah mendapat tekanan dari dalam, yang menjadikan rekahan-rekahan yang sejajar dengan permukaan. Kenampakannya seperti perlapisan, dan dinamakan kekar berlembar atau sheeting joint. Pengaruh hilangnya beban ini tidak terlalu tebal, pada umumnya tidak melebihi dari 50 meter, karena beban ini cukup berat sehingga kekar tidak berkembang lebih lanjut.
Tekanan Es (frost wedging)
            Pada suhu yang sangat rendah, melebihi titik beku, air akan membeku menjadi es. Air yang membeku mempunyai volume yang lebih besar sekitar 9 persen. Tekanan dari membesarnya volume ini dapat menghancurkan batuan. Pembekuan air yang terdapat didalam pori-pori dan rekahan batuan menekan dinding disekitarnya, dan dapat menghancurkan batuan. Pelapukan mekanik ini umumya terjadi didaerah pegunungan tinggi, atau daerah bermusim dingin. Penekanan dari pertambahan volume ini paling efektif pada suhu antara -5o C sampai -15o C.
Pertumbuhan Kristal
            Air tanah yang mengalir perlahan melalui rekahan-rekahan batuan dibawah permukaan mengandung ion-ion yang dapat mengendap sebagai garam dan terpisah dari larutannya. Pertumbuhan kristal-kristal garam ini menekan celah-celah atau rongga antara butir pada batuan, sehingga batuan tersebut dapat terdisintegrasi atau hancur. Gejala semacam ini sering terlihat didaerah gurun, dimana air tanah naik dan menguap dengan cepat.
Pengaruh Suhu (thermal)
            Berawal dari hukum fisika bahwa bila suatu bahan yang dipanaskan akan memuai dan mengkerut kembali apabila dingin, orang berpendapat demikian pula yang terjadi dalam pelapukan mekanik. Perbedaan suhu antara siang hari dan malam hari dapat menghancurkan batuan. Pada siang hari batuan mengalami panas, maka mineral-mineralnya akan memuai, dengan daya muaianya masing-masing yang tidak sama. Pada malam hari suhu turun dan mineral mengkerut kembali, sehingga ikatan antara butir atau mineral melemah dan lama-kelamaan terlepas. Bila tidak ada lagi ikatan antara mineral dalam batuan, maka hancurlah batuannya. Akan tetapi pada percobaan di laboratorium terhadap batuan di permukaan, perbedaan suhu antara siang dan malam tidak berpengaruh terhadap batuan. Sehingga faktor waktu dan perubahan suhu yang ekstrim secara periodiklah yang berperan.
Pengaruh tumbuhan
            Benih tumbuhan yang hisup pada celah batuan makin lama makin besar menjadi pohon. Akarnya akan membesar, menekan dan menerobos batuan disekitarnya secara perlahan dan menghancurkan batuannya. Penghancuran batuan oleh akar tumbuhan ini tidak semata-mata oleh tekanan akar saja, tetapi ada unsur kimianya.
Contoh Pelapukan Mekanik


PELAPUKAN KIMIA
            Pelapukan kimia atau dekomposisi kimia adalah ‘penghancuran’ batuan oleh pengubahan kimia terhadap mineral-mineral pembentuknya yang melibatkan beberapa reaksi penting antara unsur-unsur di atmosfir dan mineral-mineral pada kerak bumi. Dalam proses-proses ini, struktur dalam mineral semula terurai dan terbentuk mineral-mineral baru, dengan struktur kristal baru yangt stabil diatas permukaan bumi. Reaksi-reaksi yang demikian menyebabkan terjadinya perubahan besar terhadap komposisi kimia, sifat fisik batuan, sehingga dapat dikatakan proses dekomposisi. Misalnya mineral-mineral yang terdapat dalam  batuan beku dan metamorf terbentuk pada kondisi suhu dan tekanan tinggi. Bila sampai di permukaan bumi, baik suhu maupun tekanannya jauh lebih rendah dari kondisi saat pembentukan. Untuk mencapai keseimbangan mineral tersebut terurai dan komponen komponennya membentuk mineral baru yang lebih stabil pada lingkungan atmosfir.
            Mineral-mineral yang terbentuk pada awal pendinginan magma, pada suhu dan tekann tinggi, olivin dan kelompok feldspar misalnya, akan lebih mudah mengalami pelapukan dipermukaan, karena kondisinya jauh dibawah saat pembentukannya. Sedangkan mineral yang terbentuk paling akhir yaitu kuarsa, akan lebih tahan terhadap pelapukan karena kondisi pembentukannya hampir mirip dengan permukaan. Bila kita ingat Seri Reaksi Bowen, daya tahan mineral terhadap pelapukan adalah kebalikannya.
            Air mempunya peran utama dalam pelapukan kimiawi, sedangkan peran utama dalam reaksi-reaksi kimia, sebagai medium yang mentrasport unsur-unsur yang ada di atmosfir langsung ke mineral-mineral pada batuan dimana reaksi dapat berlangsung. Air juga memindahkan hasil pelapukan sehingga teringkap sebagai batuan segar. Kecepan dan derajat pelapukan kimia sangat dipengaruhi oleh banyaknya hujan. Proses-proses dekomposisi diantaranya adalah:
Hidrolisa (hydrolysis)
            Dekomposisi mineral yang disebabkan oleh ion hidrogen diperlihatkan pada contoh mineral Kalium feldspar. Ion H+ masuk kedalam Kalium feldspar KAlSi3O8 dan mengganti ion kalium yang keluar dari kristal dan terlarut. Air yang bercampur dengan sisa molekul alumunium silikat membentuk mineral lempung Kaolinit {Al4Si4O10(OH)8}
Hidrolisa K Feldspar :

KAlSi3O8 + 4H+ + 2H2O ----->  4K+ + Al4Si4O10(OH)8 + 8SiO2
            Kaolinit adalh mineral lempung yang tidak terdapat pada batuan asal (original rock) dan terbentuk oleh reaksi kimia, dan termasuk regolith. Reaksi kimia dimana ion dalam mineral digantikan oleh ion-ion H+ dan OH- dalam air, dinamakan proses hidrolisa, yang umum terjadi pada pelapukan kimia batuan.
 Oksidasi
            Unsur besi (fe), umum dijumpai dalam mineral pembentuk batuan, termasuk biotit, augit dan hornblende. Apabila mineral ini mengalami pelapukan kimia, besi terlepas dan segera teroksidasi dari Fe2+ menjadi Fe3+ jika ada oksigen. Berlangsungnya oksidasi bersamaan dengan hidrasi menghasilkan goethit, mineral berwarna kekuning-kuningan.

4FeO + 2H2O + O2 ------> 4FeO.OH
                Goethit jika mengalami proses dehidrasi, kehilangan H2O, menjadi hematit. Hematit (Fe2O3) berwarna merah bata.
Reaksi yang berlangsung adalah :

2FeO.OH ------> Fe2O3 + H2O
Intensitas warna-warna ini pada batuan yang lapuk dan tanah, dapat dipergunakan untuk mengetahui sudah berapa lama pelapukan berlangsung.
Pencucian (leaching)
           Proses lain yang umum dijumpai pada pelapukan kimiawi adalah leaching, merupakan kelanjutan “pengambilan” material yang dapat larut dalam batuan atau regolith oleh air. Oleh karena itu sering juga proses ini disebut sebagai proses pelarutan atau dissolution. Contohnya silika yang terlepas dari batuan oleh pelapukan kimia, sebagian tertinggal dalam regolith yang kaya akan lempung dan sebagian perlahan-lahan terlarut didalam air yang mengalir didalam tanah. Ion kalium yang terpisah dari batuan, juga terlepas sebagai larutan dalam air.
            Air dikenal sebagai pelarut yang efektif dan universal, susunan molekulnya polar. Oleh sebab itu mampu melepaskan ikatan ion dalam mineral pada permukaan kontaknya. Beberapa jenis bataun ada yang dapat larut seutuhnya dan terbawa hanyut. Contohnya batu garam yang dapat larut seutuhnya. Gypsum dan batugamping yang mineral utamanya CaCo3 juga dapat larut, terutama bila airnya kaya akan asam karbondioksida.
Contoh Pelapukan Kimia




Friday, May 3, 2013

GERAKAN MASSA


Gerakan massa adalah proses berpindahnya tanah atau batuan tanah atau batuan disebabkan oleh gaya gravitasi bumi. Gerakan massa ada beberapa macam yaitu :
1.       Creeping, (rayapan tanah) yaitu gerakan massa tanah sepanjang bidang batas dengan batuan induknya. Geraknnya sangat lambat, tidak dapat diikuti dengan pengamatan mata langsung. Baru diketahui setelah nampak adannya pohon atau tiang listrik/telpon yang miring.


2.      Mudflow, (aliran lumpur) yaitu gerakan massa yang relatif cair, dan gerakannya relatif cepat. Sebagai contoh yaitu aliran lahar dingin.


3.      Debris Flow, (aliran bahan rombakan) yaitu gerakan massa bahan rombakan yang kering dan bersifat lepas, dan gerakannya relatif cepat.


4.      Rock Fall, (jatuhan batuan) yaitu gerakan massa batuan atau bahan rombakan yang jatuh bebas karen adanya tebing terjal yang menggantung (hanging cliff) dan gerakannya relatif cepat.


5.    Debris Slide and Rock Slide, (geseran bahan rombakan dan geseran batuan) yaitu gerakan massa batuan atau bahan rombakan yang menggeser sepanjang bidang rata yang miring. Misalnya sepanjang permukaan bidang lapisan batuan.


6.        Slump, gerakan melalui bidang lengkung


7.     Subsidence, (amblesan) gerakan massa tanah atau batuan yang relatif vertikal, secara perlahan-lahan tetapi kadang kala terjadi dengan sangat cepat.


Gerakan massa dipengaruhi oleh faktor-faktor :
1.        Kekompakkan tanah atau batuan
2.        Vegetasi
3.        Kemiringan lereng
4.        Berat massa tanah atau batuan serta massa benda diatasnya
5.        Kandungan air
6.        Adanya bidang pelincinr yang miring
7.        Getaran bumi baik oleh genpa bumi maupun oleh sebab lain seperti lewatnya kendaraan berat 

ATMOSFIR


PENGERTIAN ATMOSFIR
Atmosfir merupakan lapisan terluar dari bumi, berfasa gas yang mengelilingi permukaan bumi. Terdapat mulai dari permukaan laut yang selama ini dianggap elevasinya 0.00 meter, terus ke atas. Batas atasnya tidaklah jelas, sehingga tidak dapat ditentukan batas antara atmosfir dan ruang angkasa luar dengan tegas.
Berdasarkan pengamatan suhunya, atmosfir dibagi menjadi empat bagian yaitu, lapisan terbawah, atau lapisan terdekat dengan permukaan bumi, dimana suhunya menurun dengan kenaikan elevasi yang disebut Troposfir, yang berarti daerah dimana udara berbalik. Pada lapisan inilah terjadi awan, persipitasi, badai, dsb. Sehingga lapisan ini dinamakan juga lapisan cuaca, ketebalannya tidak merata, rata-rata sampai dengan 12 km. Lapisan diatasnya adalah Stratosfir, dan daerah perpindahan lapisan ini disebut tropopause. Suhu stratosfir konstan, rata-rata 55oC sampai ketinggian 20 km, kemudian naik menurut elevasi, sampai ketinggian 50 km. Kenaikan suhu pada ketinggian ini disebabkan daerah ini merupakan konsentrasi ozonseperti telah kita ketahui bahwa ozon menyerap sinar ultra violet yang dipancarkan matahari. Penyerapan ini menyebabkan kenaikan suhu pada lapisan ini. Kemudian diatasnya dijumpai lapisan Mesosfir, yang diawali dengan zona peralihan yang disebut stratopause. Dan Termosfir, setelah mesopause. Diatas ketinggian 80 km sampai ketinggian 320 km terdiri dari partikel-partikel bermuatan (ion), karena itu dinamakan Ionosfir. Lapisan ini sangat penting dalam komunikasi, ia memantulkan gelombang radio. Gelombang radio dari belahan bumi yang satu dapat diterima di belahan bumi lainnya, karena signalnya dipantulkan oleh lapisan ionosfer. Dan diatas ionosfer, sampai 800 km. Dinamakan lapisan Exosfir, terdiri dari gas helium dan hidrogen pada perbandingan yang sama 50%.



















KOMPOSISI ATMOSFIR
            Udara yang terdapat didalam atmosfir, tampaknya hanya merupakan satu macam bahan, tetapi sebenarnya terdiri dari berbagai macam bahan yang terdiri dari gas dan partikel-partikel halus. Komposisinya tidaklah tetap dari waktu ke waktu dan disetiap tempat. Didekat permukaan bumi gas terdapat sebagai udara kering (dry air) dan lapisan lembab.
Udara kering mengandung gas-gas nitrogen, 78%, oksigen 21%, argon 0,9% dan karbondioksida 0,03%. Semuannya hampir 99,99%. Sedangkan sisannya 0,01% terdiri dari gas-gas helium, neon, krypton dan xenon, yang dikelompokkan sebagai gas-gas inert dan merupakan hasil reaksi kimia. Helium terjadi sebagai produk samping pada proses radioaktif.
Lapisan lembab merupakan udara yang mengadung sejumlah uap air. Kadar uap air didalam atmosfir tidaklah sama disemua tempat, sangat tergantung pada suhu. Pada suhu 0oC tidak lebih dari 5 gram H2O/m3 dan pada 40oC tidak kurang dari 55 gram/m3. Pada daerah yang beriklim lembab dapat mencapai 5% volume, sedangkan pada daerah beriklim kering (dikutub misalnya) hanya 0,01% volume. Jumlah air dalam atmosfir ialah 15.1015 kg, meskipun keliatannya sangat kecil dibandingkan dengan seluruh atmosfir, namun ini sangat penting sebagai sumber air bumi.
FUNGSI ATMOSFIR
             Atmosfir dengan gas-gas dan uap air yang dikandungnya sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Oksigen sangat diperlukan selain untuk pernapasan juga reaksinya dengan bahan bakar menimbulkan panas dan sumber energi bagi kehidupan manusia. Gas-gas lainnya yaitu nitrogen dan asam arng diperlukan oleh tumbuhan, dan menghasilkan oksigen. Selain itu atmosfir juga berfungsi sebagai media tempat berlangsungnya sirkulasi air. Energi matahari akan menguapkan sebagian air permukaan dan karena ringgan akan naik keatas. Uap air yang terkondensasi menjadi awan dan turun kembali kepermukaan bumi sebagai hujan. Atmosfir juga sangat bermanfaat bagi media lalu lintas udara.


Lapisan ozon dalam atmosfir berfungsi untuk menyaring sinar ultra violet yang sampai ke permukaan bumi, apabila tidak disaring jumlah sinar ultra violet yang sampai kepermukaan bumi akan melibihi ambang batas yang diperlukan bagi kehidupan manusia. Seperti yang telah diketahui bahwa kelebihan sinar ulta violet dpat menyebabkan kanker kulit dan akan membunuh bakteri-bakteri pembusuk yang diperlukan manusia.
            Sudah bebabrapa tahun ini masalah rusaknya lapisan ozon menjadi pembicaraan dan mencemaskan negara-negara di dunia. Maslahnya adalah membesarnya “lubang” pada lapisan ozon diatas antartika dari tahun ke tahun, yang disebabkan oleh limbah gas berupa chlorofluorocarbon (CFC) yang biasanya digunakan pada alat pendingin dan pengisi kaleng semprot (spray) yang dibuat dan dibuang manusia. Pada atmosfir bagian bawah gas-gas ini secara atmofir tidak aktif. Tetapi sebagian naik ke lapisan ozon, dimana sinar matahari memecahnya menjadi unsur-unsurnya. Atom-atom klorida yang terbebaskan, melalui serangkaian reaksi yang kompleks mengubah ozon menjadi oksigen. Pecahnya ozon menjadikan konsentrasi ozon makin berkurang di angkasa. Selain gas tersebut juga sisa pembakaran bahan bakar pesawat yang tinggi (concord) turut membantu mengurangi lapisan ozon. 

POLUSI UDARA
            Polusi atau pengotoran udara berupa gas dan butiran padat yang sangat halus, yang disebabkan oleh manusia maupun oleh alam. Gas-gas oksida karbon, nitrogen dan sulfur merupakan penyebab utama polusi, yang merupakn sisa pembakaran bahan bakar fosil dan batu bara. Baikdari kendaraan maupun industri.
            Untuk polusi udara didaerah padat (urban) atau industri dipergunakan istilah smog yang merupakan singkatan dari smoke and fog, atau asap dan kabut. Pada awalnya istilah ini digunakan oleh Des Veaux untuk daerah industri di London Inggris, yang berkabut tebal bercampur dengan asap sisa pembakaran batubara dari industri-industri.
            Gas-gas ini selain membahayakan pernapasan, juga dapat membentuk asam diudara dan terbawa hujan turun kepermukaan sebagai hujan asam. Dan yang berbentuk padat berupa asap, jelaga dan abu. Asap dapat berasal dari pembakaran hutan yang dilakukan petani untuk pembukaan ladang. Polusi berbentuk padat ini selain berasal dari sisa pembakaran bahan bakar fosil dan batubara, juga dari material erupsi gunung api yang tersembur dan bercampur dengan gas-gas dan uap air jauh ke angkasa sebagai debu vulkanik yang sangat halus.
            Walaupun kandungan gas karbondioksida (CO2) dalam udara kering hanya 0,03% akan tetapi gas ini merupakan komponen penting dalam meteorologi. Penting karena gas CO2 dapat meloloskan gelombang pendek yang berasal dari radiasi matahari yang datang dan menghambat sebagian gelombang panjang yang dipancarkan dari bumi. Sebagian energi yang dipancarkan oleh permukaan bumi diserap oleh CO2 dan kemudian sebagian dipantulkan kembali ke permukaan. Akibatnya suhu dipermukaan bumi lebih panas dari pada tanpa CO2. Jadi, bersama dengan uap air, karbondioksida sangat berpengaruh terhadap suhu permukaan. Fenomena ini disebut sebagai efek rumah kaca (greenhouse).  Perlu diingat juga bahwa uap air merupakan penyerap radiasi terestrial yang baik.

            Bertambahnya konsentrasi CO2 dalam atmosfir, meskipun sebagian terurai dilaut dan diserap tumbuhan, namun masih tersisa 40% - 50%, dan akan menambah pemanasan global bumi. Akhir-akhir ini diketahui bahwa industri dan aktifitas manusia menyebabkan terbentuknya gas-gas jejak (trace gasses) tertentu yang berperan cukup besar dalam pemansan bumi. Dikatakan trace gasses karena konsentrasinya sangat kecil dibandingkan dengan CO2. Diantara trace gases yang penting adalah metan (NH4), nitrogen oksida (N2O) dan jenis tertentu dari CFC. Gas-gas ini menyerap panjang gelombang yang dipancarkan oleh radiasi bumi, yang seharusnya lolos ke angkasa. Walaupun masing-masing gas konsentrasinnya sangat kecil, namun secara bersama-sama gas ini perannya dengan CO2 dalam pemanasan global bumi.

            Atmosfir yang bersentuhan langsung dengan permukaan bumi mempunya peranan penting dalam pembentukan permukaan bumi. Proses-proses denudasi berlangsung dipermukaan dibawah pengaruh atmosfir. Adanya oksigen dan gas-gas lainnya serta H2O akan mempercepat proses pelapukan batuan dan semua material yang ada dipermukaan bumi, yang secara perlahan tetapi berkesinambungan sepanjang masa, akan mengubah wajah permukaan bumi. Air yang mmengalir akan mengerosi permukaan bumi.




Wednesday, May 1, 2013

BATUAN METAMORF


A.       PENGERTIAN BATUAN METAMORF
Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200o-350oC < T < 650o-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain. 
B.       PEMBENTUKAN BATUAN METAMORF
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.


Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah – medium dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).

Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km. Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa. penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.



      Gambar memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982).

C.       PENGENALAN BATUAN METAMORF
Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-kenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan akibat dari tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit) disebutskistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang kurang baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral) (Tabel 3.12). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur migmatit (Gambar 3.12). Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur skistose nama batuannya sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.

Gambar diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum (Gillen, 1982)

D.       STRUKTUR BATUAN METAMORF
Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
1.         Struktur Foliasi
·           Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.
·           Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.
·           Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
·           Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.
2.         Struktur Non Foliasi
·           Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral relatif seragam.
·           Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran terhadap batuan asal.
·           Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.
·           Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
·           Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
·           Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
·           Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran beragam.
·           Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk jarus ataufibrous.

      Gambar Sturuktur batuan metamorf (Comton; 1985)

E.       TEKSTUR BATUAN METAMORF
Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam disebut dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas, mungkin membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari matrik. Pengujian mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-butiran dari material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat daripada mineral-mineral matriknya, dan yang melingkupinya. Termasuk material yang menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan asal); dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini disebut augen (German untuk “mata”), dan umumnya hasil dari kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.
1.         Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam penamaannya menggunakan akhiran kata–blastik.
·     Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya kristal besarnya disebut porfiroblast.
·           Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral seragam.
·           Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.
·     Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral prismatik yang sejajar dan terarah.
·           Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk euhedral.
·           Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya berbentuk anhedral.
2.         Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata–blasto.
·          Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang porfiritik.
·      Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir.
·     Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran butirnya sama dengan pasir.
·     Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran butirnya lempung.

Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).
A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B. Tekstur Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C. Tekstur Skistose dengan porpiroblast euhedral; D. Skistosity dengan domain granoblastik lentikuler; E. Tekstur Semiskistose dengan meta batupasir di dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan klorit dan aktinolit di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G. Granit milonit di dalam proto milonit; H. Ortomilonit di dalam ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.

F.       KOMPOSISI BATUAN METAMORF
Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang ada sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur menghasilkan pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau perkembangan sisi muka yang jelek; kristal ini dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral tertentu, namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti stress. Mineral stress adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika, tremolit-aktinolit, hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot, staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.
Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus menamakan batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf tidak sistematik seperti pada batuan beku dan sedimen. Nama-nama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur dan struktur. Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh gneis augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku yang mempunyai komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada dominasi mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies metamorfik yang dipunyai batuan (contoh granulit).
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi mungkin dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus yang mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate. Bilamana metamorfisme berlanjut sering menghasilkan orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan dan penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada belahan permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin mencerminkan permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakanskis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran. Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi mineral, seperti:Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
1.      Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.
2.    Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan beku.
3.    Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.
4.  Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran-butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang sama disebut granofels.
5.         Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.
6.     Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.
7.    Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak batuan beku.

Tabel 3.14 Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986).

G.       TIPE-TIPE METAMORFOSA
       Bucher dan Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan tatanan geologinya, metamorfosa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
     1.      Metamorfosa regional / dinamothermal
Metamorfosa  regional atau dinamothermal merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dibedakan menjadi tiga yaitu : metamorfosa orogenik, burial, dan dasar samudera (ocean-floor).
·      Metamorfosa Orogenik
Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran mineral yang terorientasi dan membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan kilometer. Proses metamorfosa ini memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan juta tahun lalu.
·      Metamorfosa Burial
Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur pada daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian terlipat. Proses yang terjadi adalah rekristalisai dan reaksi antara mineral dengan fluida.
·      Metamorfosa Dasar dan Samudera
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut.
       2.      Metamorfosa Lokal
Merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini dapat dibedakan menjadi
·      Metamorfosa Kontak
Terjadi pada batuan yang mengalami pemanasan di sekitar kontak massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh magma serta oleh deformasi akibat gerakan massa. Zona metamorfosa kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antara mineral, reaksi antara mineral dan fluida serta penggantian dan penambahan material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir halus.
·      Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal.
Adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek hasil temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma pada kondisi volkanik atau quasi volkanik. Contoh pada xenolith atau pada zone dike.
·      Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinemati/Dinamik
Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada patahan. Proses yang terjadi murni karena gaya mekanis yang mengakibatkan penggerusan dan sranulasi batuan. Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai fault breccia, fault gauge, ataumilonit.
·      Metamorfosa Hidrotermal/Metasotisme
Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan antar butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia. Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure.
·      Metamorfosa Impact
Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya mineral coesite danstishovite. Metamorfosa ini erat kaitannya dengan panas bumi (geothermal).
·           Metamorfosa Retrogade/Diaropteris
             Terjadi akibat adanya penurunan temperature sehingga kumpulan mineral metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada temperature yang lebih rendah (Combs, 1961).

                               
                               Gambar Lokasi dan Tipe Metamorfisme

H.       MACAM-MACAM BATUAN METAMORF



1.         Marmer

Marmer atau batu pualam merupakan batuan hasil proses metamorfosa atau malihan dari batu gamping. Pengaruh suhu dan tekanan yang dihasilkan oleh gaya endogen menyebabkan terjadi rekristalisasi pada batuan tersebut membentuk berbagai foliasi mapun non foliasi. Akibat rekristalisasi struktur asal batuan membentuk tekstur baru dan keteraturan butir. Marmer Indonesia diperkirakan berumur sekitar 30–60 juta tahun atau berumur Kuarter hingga Tersier. Marmer akan selalu berasosiasi keberadaanya dengan batugamping. Setiap ada batu marmer akan selalu ada batugamping, walaupun tidak setiap ada batugamping akan ada marmer. Karena keberadaan marmer berhubungan dengan proses gaya endogen yang mempengaruhinya baik berupa tekan maupun perubahan temperatur yang tinggi. Di Indonesia penyebaran marmer tersebut cukup banyak, seperti dapat dilihat pada. Penggunaan marmer atau batu pualam tersebut biasa dikategorikan kepada dua penampilan yaitu tipe ordinario dan tipe staturio. Tipe ordinario biasanya digunakan untuk pembuatan tempat mandi, meja-meja, dinding dan sebagainya, sedangka tipe staturio sering dipakai untuk seni pahat dan patung. Ditemukan di gunung Jokotuwo, Bayat, Klaten.




2.         Marmer merah
Warna yang cenderung ‘ngejreng’ dan terkesan vokal, membuat jeni batu ini menjadi batu marmer favorit masyarakat. Batu ini pun sudah lama dimanfaatkan sebagai bahan untuk mempercantik bangunan. Hingga saat ini jenis batu marmer merah masih digunakan sebagai bahan elemen interior dan eksterior. Ditemukan di karangsambung, Kebumen.

3.         Sekismika
Batuan sekis mika memiliki warna abu-abu dan mengkilap putih, dengan komponen mineralnya yaitu mika, merupakan metamorf foliasi. Pada deretan batuan sekis mika ini terdapat aliran sungai yang merupakan arah aliran subsekuaen karena sungainya sejajar dengan arah straight. Pada struktunya terdapat rekahan yang telah terisi oleh mineral kuarsa yang masuk ke celah-celah rekahan tersebut. Sekis mika berfoliasi lemah terdapat komponen mika dan kuarsa. Terbentuk karena akibat tektonik yang merupakan fanerik lepidoblastik skistosa. Batuan dengan mineral mika yang berkilauan ketika tertimpa sinar matahari ini adalah batu tertua yang tersingkap di Pulau Jawa. Ditemukan di bayat, Klaten.




4.         Sekis hijau
Batuan Sekis hijau (metamorf) merupakan satuan batuan tertua sebagai basement yang berumur Trias (TrS) terdapat di bagian timur daerah penyelidikan. Luas penyebarannya cukup luas sekitar 20% menutupi daerah penelitian dengan ketebalan diperkirakan lebih dari 300 meter (?). Batuan Sekis hijau ini tersingkap pada penorehan struktur sesar dijumpai pada bagian tebing sungai Binangga hingga ke bagian selatan didaerah desa Pakuli dan Simoro. Batuan ini tersingkap sebagai Sekis hijau, berwarna hijau tua, berlapis sebagai bidang foliasi, kompak, berbutir halus, lanau sampai lempung dan setempat-setempat rekahan terisi oleh urat-urat kwarsa maupun kalsit. Ditemukan di sadang, Kebumen.


5.         Sekis biru
Fasies blueschist atau sekis biru yang mengandung mineral sodic biru amp hibol, glaukopan bersama dengan mineral lawstonite. Ditemukann di sadang, Kebumen.


6.         Gneis
Gneiss adalah typical dari jenis batuan metamorf, batuan ini terbentuk pada saat batuan sedimen atau batuan beku yang terpendam pada tempat yang dalam mengalami tekanan dan temperatur yang tinggi. Hampir dari semua jejak jejak asli batuan ( termasuk kandungan fosil) dan bentuk bentuk struktur lapisan ( seperti layering dan ripple marks) menjadi hilang akibat dari mineral-mineral mengalami proses migrasi dan rekristalisasi. Pada batuan ini terbentuk goresan goresan yang tersusun dari mineral mineral seperti hornblende yang tidak terdapat pada batuan batuan sediment. Ditemukan di Pulau bangka, belitung.



7.         Filit
Filit berwarna hitam terdapat pada dinding sungai yang terjal. Batuan ini terbentuk selama proses penunjaman serta merupakan batuan metamorf berderajat rendah. Proses tektonik dan deformasi lebih lanjut berupa patahan geser searah aliran sungai, membentuk lipatan-lipatan kecil serta struktur gores garis pada batuan filit. Ditemukan di Bayat, klaten.




8.         Agate
Agate adalah mikrokristalin berbagai kuarsa ( silika ), ditandai oleh kehalusan yang gandum dan kecerahan warna. Meski agates dapat ditemukan di berbagai jenis batu, mereka klasik terkait dengan gunung berapi batu tetapi dapat umum di beberapa batu metamorfik dan lainnya chalcedonies diperoleh lebih dari 3.000 tahun yang lalu dari Sungai Achates, sekarang disebut Dirillo , di Sisilia . Agate adalah salah satu yang paling bahan umum digunakan dalam seni ukir hardstone , dan telah pulih di sejumlah situs kuno, yang menunjukkan penggunaan meluas dalam dunia kuno, misalnya, pemulihan arkeologi di Knossos situs di Kreta menggambarkan perannya dalam Zaman Perunggu Minoan budaya. Ditemukan di karangsambunng, Kebumen.



9.         Nefrit
Nefrit adalah permata , berbagai amphibole , bersama dengan giok giok dikenal nama. (Jadeit je pyroxen.) warna giok adalah bayam hijau tua, mineral memiliki kekerasan sekitar 7 derajat skala Mohs, seperti kuarsa, tetapi lebih sulit karena struktur mikrokristalin. Setelah polishing sangat estetika, dengan kemilau kaca sempurna. Ditemukan di Karang sambung Kebumen.



10.     Horenfels
Hornfels ( Jerman , yang berarti "hornstone," setelah sering hubungan dengan glasial "puncak" tanduk di Alps, menjadi batu yang sangat keras dan dengan demikian lebih mungkin untuk menolak tindakan glasial dan tanduk berbentuk seperti bentuk puncak Matterhorn ) adalah kelompok peruntukan untuk serangkaian metamorf kontak batuan yang telah dipanggang dan indurated oleh panas mengganggu massa beku dan telah diberikan besar, keras, splintery, dan dalam beberapa kasus yang sangat tangguh dan tahan lama. Ditemukan di watumpang, Kebumen.




11.       Asbes

Asbes merupakan mineral yang berbentuk serat-serat yang mudah terpisah. Ukuran sebuah serat asbes sangat kecil dan halus. Karena itulah mudah beterbangan di udara. Apabila terhirup, asbes akan segera masuk ke dalam rongga pernapasan, kemudian menimbulkan berbagai kerusakan. Ditemukan di karangsambung, Kebumen.